Menjawab Tantangan Jadi Guru Jaman Sekarang

December 06, 2018

Menjadi seorang guru adalah cita-cita saya sejak kecil. Hmmm, sebenarnya itu karena ditanamkan dalam benak saya sejak kecil oleh almarhum bapak. Beliau bilang sebaiknya saya jadi guru. Maka dengan begitu saja, saya pun memutuskan ingin jadi guru.


Saat teman-teman bercita-cita ingin jadi dokter, bidan, pegawai bank, tentara, polisi, dan lainnya, saya tetap ingin jadi guru.
Dan inilah saya sekarang, guru sekolah dasar.

Mengajar anak SD jaman sekarang, pastinya berbeda dengan cara mengajar anak SD  jaman saya kecil dulu. Guru sekarang, harusnya memiliki keterampilan yang berkembang sesuai perkembangan jaman. Anak-anak berubah, pola pikir, tingkah laku, semuanya berkembang sangat cepat dan pesat sesuai perkembangan jaman.

Apalagi ada internet yang dapat diakses dengan mudah dan cepat dari telpon genggam.

Maka guru juga harus berubah. Pola pikir, mind set, cara mengajar, strategi, semuanya.

Dosen saya di Uniku pernah berkata bahwa kita cenderung meniru bagaimana pola mengajar guru kita. Bagaimana gaya mengajarnya, cara bicara, menulis, menjelaskan sesuatu. Padahal, jaman berkembang. Waktu berjalan maju, bukan sebaliknya.

Pola yang diterapkan guru kita di kelas kita, dulu, belum tentu sesuai bila digunakan sekarang.  Mengendalikan kelas dengan bentakan dan hukuman, yang nyata bila diterapkan sekarang akan menjadi masalah. Bukan satu dua orang guru yang terkena kasus hak azasi manusia. Dianggap melanggar karena menghukum secara fisik.

Atau metode pemberian tugas. Sekarang ini, kalau anak diberi PR (pekerjaan rumah), ibunya protes? PR terus sih bu guru. Sehingga keluar aturan tidak boleh memberikan PR. Kalau anak gak dikasih PR, ibunya protes, “Anak gak mau belajar di rumah, karena ga ada PR katanya”.

Jadi, harusnya gimana dong??

Belum lagi anak-anak juga bisa protes. Anak jaman sekarang, ahli dalam hal protes. Kenapa begini, bukankah seharusnya begitu. Belajarnya ini terus sih Bu guru, ngga asyik ah.

Nggak gampang jadi guru jaman sekarang.
Anak-anak yang lebih mencontoh televisi  ketimbang mendengarkan omongan gurunya.

Mana ada diantara mereka yang menjawab mau jadi ibu rumah tangga saat ditanya besar nanti mau jadi apa. Jawaban yang banyak diberikan teman-teman saya waktu masih kecil dulu. Atau mau jadi petani.

Mereka, ditanya mau jadi apa, jawabnya jadi artis.
Hmmm, kan...
Trus saya protes dong, apa nggak ada diantara kalian yang pengin jadi presiden gitu, atau jadi menteri di kabinet, atau jadi dokter.

Apa jawab mereka?
Harus sekolah tinggi, Bu. Sekolahnya capek, pusing, kerjanya juga capek, uangnya sedikit. Mending jadi artis, terkenal, masuk tv, uangnya banyak, kerjanya seru.
Terus kalau kalian semua mau jadi artis, nanti yang jadi presiden, siapa dong?

Mereka mengangkat bahu dan memutar bola mata ke atas.


Para guru ini harusnya meng up grade ilmu mereka, pengetahuan mereka. Pengetahuan tentang cara mengajar, juga pengetahuan tentang bahan yang diajarkan. Ilmu dasar yang mereka ajarkan di sekolah.

Adaa, mungkin, hanya saja karena saya tinggal di desa terpencil, jadi agak susah mengakses hal yang demikian. Saya jarang mengikuti pelatihan-pelatihan bagi guru seperti itu.

Dan saya merasa beruntung, sangat beruntung karena bisa kuliah lagi. Yaaa, walaupun sampai sekarang belum lulus juga.Setidaknya, saya memiliki referensi lain mengenai cara mengajar, bukan hanya dari guru-guru jaman dahulu.

Pernah sekali, salah seorang dosen mengatakan bahwa guru sekolah dasar itu, ilmunya melebar. Mahasiswa PGSD (Pendididkan Gutu Sekolah Dasar) itu ilmunya tidak menjulang ke atas seperti mahasiswa di jurusan lain. Keilmuan para guru SD itu hanya dasarnya saja.

Dan sebagai guru SD yang masuk ke jurusan Biologi, saya merasa dibicarakan waktu itu. Setelah saya melihat keilmuan mahasiswa lain, betapa pengetahuan mereka memang menjulang, saya pun meng-iya-kan.

Ternyata saya memang hanya tahu dasarnya saja. Itu pun belum ahli, hanya sekedar tahu. Lalu saya agak kecewa dengan pendidikan yang didapatkan calon guru SD, terutama yang satu kelas dengan saya.

Kekecewaan makin menjadi saat saya mengikuti PLPG di tahun 2017. Saat itu saya satu kelas dengan guru lain yang usianya hampir sama. Tidak ada yang sudah tua. Semuanya muda.

Dan saat meembicarakan tentang HOTS (High Order Thinking Skill), mereka bingung. Tergagap membicarakan taksonomi Bloom, keterampilan bertanya dan menjawab pertanyaan, keterampilan aaah, masih banyak lagi teori belajar mengajar yang up to date.

Saya metasa sedih, guru SD yang masih muda saja begini, apalagi yang sudah tua, yang mendekati senja.

Ayo kita belajar lagi.
Jadi orang tua adalah belajar.
Jadi guru adalah belajar.
Untuk masa depan anak-anak yang lebih baik.

Karena anak-anak akan menghadapi tantangan yang berbeda. Tantangan yang lebih kompleks, yang lebih sulit. Yang lebih menantang dari apa yang kita hadapi sekarang.

Memutuskan menjadi guru, saya sadar bahwa saya harus terus belajar. Dan saya siap untuk terus belajar.


Ada yang mau ngajak saya belajar? Ke Luar Negeri gitu misalnya? Yaa walau S-2 saya belum kelar, dan entah kapan bisa wisuda. Hiks hiks, sedih akutu kalo inget ke situ.

Rangorang mah sudah wisuda. Apalah saya yang malah dikaruniai bayi baru. Tesis terbengkalai dengan berbagai alasan.

Tapi saya tetap bercita-cita hoyong kuliah ke Luar Negeri.
Semoga tercapai.
Aamiin.

Ini tulisan intisarinya apa ya?
Ga papa lah, saya memang masih belajar.


You Might Also Like

22 comments

  1. Iya tuuuh...anak² skrng maunya instan. Cita² jadi Youtuber, Vlogger, DJ, artis. Entah nih...saya skrng dosen. Jangan² kampus nanti engga ada mahasiswanya, wong engga ada yg mau sekolah lagi...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga tidak ya mba Hani, bagaimanapun pendidikan formal tetap penting, bahkan meski mau jadi artis, atau yutuber dan vloger.

      Delete
  2. Hai salam kenal Mbak

    Saya juga dan mengajar sejak tahun 1984. Nah tua banget kan.
    Jangan putus asa jadi guru, terus belajar dan berkarya. Karena kita tidak akan tahu tangan siapa dari murid-murid kita nanti yang datang menggandeng ke surga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah, keren mba Dawiah. Saya boleh dong belajar pada guru yang sudah berpengalaman

      Delete
  3. Semangat teteh...semoga diberi kemudahan buat thesisnya. Semoga segera lulus. Semoga juga diberikan kesabaran menghadapi murid zaman now 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, heuheu terimakasih banyak. Peluuuuk 🤗

      Delete
  4. Wah baru aja kemaren saya apply dan sudah dipanggil 1x tes pertama di SD saya mulai malu krna dibilangin nanti klp lolos ada trial teaching aduhhh ngebayanginnya aja saya udah shock heheh

    ReplyDelete
  5. Basic pendidikan saya memang bukan guru, tapi saya suka mengajar. Dari buka les di rumah hingga jadi guru bantu di pesisir Maluku Utara pernah saya jalani. Saya memang nggak paham teori mengajar tapi InsyaAllah saya punya gaya ngajar sendiri yang ternyata disukai anak-anak pesisir tersebut. Untuk anak-anak di pelosok yang jauh dari kota, saya selalu memotivasi agar mereka belajar yang rajin untuk mencapai cita-citanya. Seandainya pun jadi petani atau nelayan, jadilah petani dan nelayan yang berilmu dan berwawasan, hingga bisa ekspor, misalnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sesuatu yang berasal dari hati, akan sampai ke hati mba.

      Delete
  6. Hhhh iya mbak ... kalo ditanya mo jadi apa? Jawab-nya youtuber, hihihi.
    Gimana coba?
    Btw tetap semangat menggapai ilmu mbak. 👍😗

    ReplyDelete
  7. Halo, Ibu guru ... Saya dulu kuliah sambil mengajar. Sempat mengajar anak balita, usia SD, SMP, SMA, sampai ibu rumah tangga. Lalu, selesai. Menganggap menjadi guru nggak ada uangnya. Lalu kerja kantoran. Kasih training, ngajar juga. Sekarang jadi ibu, ngajar juga. Buka usaha sendiri, ngajar juga. Ah, kapan pun memang harus siap mengajar dan belajar.

    ReplyDelete
  8. Bagaimana pun pendididkan formal tetap penting

    ReplyDelete
  9. Aku setuju, zaman sekarang tantangannya gede, murid zaman now dah nggak kayak zaman old lagi. Kita yang jadi ortu aja upgrade terus, Mbak apalagi pengajar, wajib buanget upgrade segala keterampilan. Nah, good luck ya. Dan jangan pernah lelah. Maju terus untuk anak Indonesia yang lebih hebat!

    ReplyDelete
  10. Mbahku guru semua, Bapak guru, kakakku 4 guru..dan aku bangga dengan profesi guru meski bukan seorang guru.
    Mbak Rahma, kalau masalh dasar atau bukan..memang seharusnya seperti itu to
    Menurutku nih, karena guru SD mengajar hal dasar ya enggak ada pengkhususan bidang dong harusnya. Dan itu bagus-bagus saja. Karena di sekolah dasar yang diutamakan adalah penanaman karakter dan keterampilan lainnnya.

    Anakku sempat sekolah di Elementary School di Amerika waktu kami ikut bapaknya sekolah di sana.
    Guru SD cuma 1, wali kelas. Paling tambah satu guru olahraga. Kalau di tingkat lanjutan baru seperti di film itu, murid yang nyari kelas dan guru.

    Tetap semangat ya Mbak Rahma..aku salut dengan semangatnya!
    Sukses yaaa!

    ReplyDelete
  11. Wah selamat ya konsisten cita2nya sejak kecil jadi guru. Setuju guru hrs up grade ilmunya terus, belajar buat anak2 didik. Top mba..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehehe, sederhana ya..
      Kaya nama warung makan "Sederhana"

      Delete

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images