Hamil Di Usia Tak Lagi Muda, Berbahaya, Benarkah??

October 25, 2018

Usia di atas 30 tahun seperti sekarang ini bisa disebutkan sebagai usia yang tidak lagi muda untuk hamil. Di atas 30 tahun memang belum bisa dibilang bahaya untuk hamil. Tapi tetap saja, itu bukan usia idel. Menurut pendapat saya.



Saya hamil di usia 35 tahun. Ini kehamilan anak ketiga. Anak pertama saya, perempuan, usia 10 tahun. Dan anak kedua, laki-laki, usia 5 tahun. Itu usia saat saya dinyatakan positif hamil oleh bidan.

Seperti kehamilan sebelumnya yang juga mengalami morning sickness di trimester pertama, hal yang sama juga saya alami di kehamilan ketiga. Kali ini bahkan lebih parah.

Apalagi ada stigma di masyarakat bahwa kehamilan dan kelahiran anak ketiga biasanya jauh lebih repot dari pada anak pertama dan kedua. 

Diakui atau tidak, disadari atau tidak, pemahaman dan pandangan seperti itu, mau tidak mau tetap saja berpengaruh pada saya secara psikis. Yaa, saya memang berusaha untuk berpikir positif. Jadi saat kekhawatiran itu datang, saya usir jauh.



Saat hamil anak kedua, saya harus melakukan perjalanan jauh setiap hari. Hal ini disebabkan karena lokasi mengajar saya yang lumayan jauh dari rumah. Butuh waktu lebih dari 2 jam untuk sampai di sekolah tepat waktu. Dan yang lebih parah lagi adalah karena jalannya pun jauh dari kata baik. Jalan yang harus saya lalui rusak parah.

Jalanan yang rusak itu mau tidak mau harus dilalui karena tugas.

Selama sembilan bulan dilalui tanpa masalah yang berarti, menurut saya. Saya tidak pernah mengalami pendarahan atau semacamnya, meski saya harus naik motor, turun naik gunung di jalanan berbatu. Sesekali si calon jabang bayi di perut melakukan protes dengan melancarkan tendangan yang terasa hingga ke ulu hati. Rasanya? Uuuh, sakit.

Hingga tiba saatnya melahirkan. Waktu itu, malam hari. Air ketuban tiba-tiba tumpah seperti ada sesuatu yang pecah.

Saya panik waktu itu. Semuanya normal saat melahirkan anak pertama. Keluar lendir, sedikit. Lalu mulai mules, tambah sering, semakin sering. Mules semalaman hingga pagi sekitar jam 4 bidan mengatakan pembukaan lengkap.

Maka saat tidak ada lendir, tidak ada mules, tiba-tiba air mengalir seperti ember tumpah, saya bingung. Waktu itu langsung memutuskan untuk pergi ke bidan.


Satu jam berlalu dan tidak ada perubahan. Tidak ada mules, tidak ada pembukaan, maka bidan merujuk saya ke rumah sakit. Jam 1 dini hari kami naik ambulans ke rumah sakit yang melewati hutan pinus, dengan perjalanan lebih kurang 1 jam.

Begitulah, di kelahiran anak ke 2, yang orang-orang bilang gampang, nyatanya saya malah melahirkan di rumah sakit. Yaaa, walau alhamdulillah normal. Tapi prosesnya yang harus lewat induksi, lumayan bikin deg-degan.

Maka ketika orang-orang bilang lahiran anak ke-3 biasanya lebih susah, saya tidak terlalu percaya dengan hal itu. Bagi saya melahirkan tetaplah melahirkan. Bagaimana rasa sakitnya, saya toh sudah mengalaminya. Maka yang harus saya lakukan adalah memelihara pikiran untuk selalu berpikir positif.

Ada Allah.
Tenanglah.

Meski begitu, saya tetap memantau kehamilan, dengan melakukan USG dan rutin cek ke bidan. Kenapa bidan? Karena desa kami jauh dari rumah sakit. Tidak ada fasilitas USG di daerah kami. Kecuali harus ke kota dan itu melalui jalan yang berliku dan tidak mulus.

Bagi saya melewati jalan yang rusak bukan hal baik untuk dilakukan. Maka USG juga dilakukan tidak terlalu sering. Tidak setiap bulan. Khawatir jalan rusak juga berimbas ke kehamilan.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images